fantastic four

fantastic four

Sabtu, 20 Agustus 2011

haaah....

AKU RINDU

            Kenapa papa jahat?. Apa papa udah ga sayang lagi sama kami?. Keluargamu?. Terlalu sakit pa... mending kalau yang nyakitin orang lain. Tapi ini keluarga sendiri. Begitu jahatnya dirimu.
            Semua bermula ketika papa nikah sama mama. Papa udah ngasih harapan kosong tentang kebahagiaan buat mama. Oke, 30 tahun lebih papa udah ngasih apa yang papa bisa kasih ke kami. Tapi papa udah ngecewain kita. Orang jenius manapun akan merasa sangat-sangat kecewa.
            Pernah ga papa berfikir?. Dengan kelakuan papa yang kaya begitu. Papa itu sangat berarti buat kami pa.
            Begitu jahatnya papa, sampai cucu pertamamu yang masih balita papa tinggalkan. Saat dirinya mulai mengnalmu, bahkan sudah menemukan panggilan sayang buat dirimu pa. “mbah” mulut kecilnya memanggilmu seperti itu. Perkataan dari anak kecil yang polos dan penuh kasih sayang.
            Teganya papa ninggalin kami. Papa nyadar ga?. Papa tuh pemimpin keluarga. Saat keluarga kita lagi seneng-senengnya. Lalu papa ninggali begitu aja. Sombong banget. Beberapa waktu ini aku melihat mama nangis pa. NANGIS....
            Tapi, maaf pa. Bukan karena benci aku nulis kaya begini. Hanya luapan emosi yang selama ini tertahan dalam hati. Ini karena kami rindu papa. Disini kami kehilanganmu. Tapi emang aku egois. Dilain pihak, papa kehilangan kami semua.
            Aku Rindu. Rindu ketika papa ketawa. Rindu ketika papa marah. Rindu ketika papa jahil. Rindu ketika papam batuk dengan suara khasmu. Rindu ketika papa nelpon, papa sadar ga? Waktu papa nelpon itu, suara papa terlalu besar, sampai-sampai tetangga sebelah bisa denger, hehe. Rindu ketika dengan sombongnya papa menunjukkan nilai ujianku kepada orang-orang dengan bangga ( padahal ga bagus-bagus amat). Namun itu semua telah berlalu.
            Rindukah kau pada kami?. Mungkin aku tak bisa mendengarnya. Tapi aku bisa mersakannya. Ya merasakannya...
            Pa... maafkan anakmu ini. Yang hanya bisa menulis kata –kata yang sedikit ini. Bisa dibilang kata-kata sampah. Tapi mau diapakan lagi, tidak ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkan suasana hati ini.
            Maafkan aku pa, aku adalah anak durhaka. Ya tuhan, kenapa engkau memberikan ayah seperti dia?. Dia terlalu sempurna ya Allah...
            Maaf, hanya ini yang bisa kutulis
            Pa. Maafkan aku
            Pa. Aku rindu
            Maaf pa, aku ga bakal mungkin bisa kaya papa. Ga bisa memenuhi harapan papa. Ga bisa jadi apa yang papa inginkan. Tapi, 1 yang bisa kuperbuat. Aku akan jadi diriku sendiri. I will be my self.
(didedikasikan untuk para anak yatim dan calon anak yatim)
            Bagi para pembaca yang masih mempunyai ayah. Cintailah dia. Engaku tidak akan pernah tahu bahwa yang Maha Penyayang akan mengambil orang yang kau sayang.  Jadilah orang yang mencintai sebelum kehilangan. Jangan menyesal dan menulis hal yang serupa dengan ini dengan menangis di depan komputer/ buku. Hargai dirimu. Bagi para yatim, berbahagialah. Karena ayah kita pasti sayang sama kita. Hiduplah dengan menghargai kehidupan. Percaya dirilah. Karena kita pasti akan menyusul ayah kita.
Salam P.A.Y.

my first CERPEN


 BALADA  CINTA,  PENYAKIT  DAN KEMERDEKAAN

            “ Alan, tangkap. Hahahaha”
            “ hahaha... Derek, tangkap bolanya.”
            “ ayo Rene, Tangkap...”
            Dukkk “aduuuhh...”
            Rene pun terjatuh ketika hendak menangkap bola tersebut. Ketiga sahabat ini memang akrab sekali. Derek yang keturunan ningrat yang ayahnya bersahabat dengan kepala Residen Batavia saat itu yaitu, Mr. Van der Wiel. Serta Alan yang notabene adalah anak dari abdi dalam kepercayaan ayah Derek.
            “ kamu tidak apa-apa Rene?.” Kata Derek. Cemas
            “ aduuhh sakit, iya aku tidak apa-apa.”
            Sebenarnya hti Rene menginginkan Alan yang bicara seperti itu. Temaram senja yang indah saat itu tidak cocok dengan hatinya yang kecewa. Ah, apa cintaku bertepuk sebelah tangan?. Rene mambatin. Kusam. Kecewa
—‖—
            Seperti biasa Rene dan Keluarga setiap hari minggu pergi ke gereja. Ketika Rene keluar dari rumahnya yang sangat besar dibanding orang pribumi, ia melihat secarik surat. Surat?. Penuh tanya dan segera membacanya.
            Bagai bunga yang mekar, hati Rene bahagia. Ternyata itu adalah surat cinta. Hatinya serasa dipenuhi cahaya mentari yag bersinar indah di ufuk timur. Hati Rene seakan laksana taman bunga, tutur kata yang sopan dan penuh romantisme dari surat itu membuai dirinya. Namun, ditengah kebahagiaan itu, timbul pertanyaan. Siapakah pengirim surat ini?. Begitu indahnya dan surat ini tertuju padaku. Logikanya mulai mengira. Namun hati kecilnya berharap Alan lah yang mengirim surat ini. Namun kembali logikanya mengira.  Mana mungkin Alanlah pengirim surat. Selama ini dia sangat dingin padaku. Rene pun pergi ke gereja. Membawa sekaligus surat dan pengharapan tentang sang pengirim surat.
—‖—
            Rene menatap bahagia terhadap kakaknya yang menikah dengan lelaki pujaannya yang sama-sama sekolah di Belanda. Tepat di hari jumat pesta itu diadakan. Pesta pun begitu meriah. Suasana itu pun didukung dengan cuaca yang cerah di Gerja Immanuel. Seakan ikut larut dalam kebahagiaan. Rene pun mulai berangan-angan. Mungkinkah aku bisa bahagia?. Bersama Alan tentunya. Semua anghan-angan itu pun pudar setelah Rene ingat kejadian 3 hari lalu ketika 3 sahabat ini bertemu. Kau makin dingin Alan. Seakan dunia ini hanya penuh dengan kesunyian belaka. Kesunyian yang seakan tak akan hilang.
            “ Rene, kenapa melamun?.” Sang kakak bertanya. Bingung.
            “ ah... ee... tidak apa-apa kak.” Rene menjawab. Sedikit kaget.
            “ ayo adikku yang manis. Mari berpesta. Bersenang-senanglah.
            Pikirannya pun terpecah. Ikut bahagia bersama sanak keluarga yang menghadiri pesta yang lumayan besar ini. Pikiran itupun hilang untuk sementara. Hanya sementara.
—‖—
            “ mbok, aku sudah tak tahan lagi. Aku ingin ikut membela rakyat. Untuk itu bu aku akan menerima tawaran tuan Petra dan nyonya Shinta untuk bersekolah di Belanda bersama Derek.” Tukas Alan. Yakin.
            Ibu Alan terkejut. Sedikit bangga. Anak satu-satunya sudah dewasa dan bisa berbicara seperti itu. Wanita tua itu teringat dengan kakaknya yang mati terhormat di medan laga.
            “ apa kamu mau meninggalkan mbokmu yang sudah tua ini nak?. Apa kamu tidak kasihan?. Lagipula penyakitmu...”
            “ sudahlah mbok. Aku ingin berguna bagi bangsaku. Aku tak ingin jadi orang biasa dan hanya pasrah pada keadaan. Lagipula aku pergi bersama Derek. Aku yakin dia bisa menjagaku. Dia adalah sahabat terbaikku.” Potong Alan.
            “ tapi mbokmu ini hanya khawatir nak. Apalagi bapakmu sudah meninggal. Si mbokmu ini kesepian nak.”
            “ ini hanya 2 tahun saja mbok. Tak lebih.”
            “ mbokmu ini hanya bisa percaya dan berdoa nak.”
            “ terima kasih mbok.”
                        Keduanya pun berpelukan. Begiu mesra seperti tak ingin waktu berlalu. Seketika keduanya pun menitikan air mata. Senja di hari itu pun terlihat romantis. Indah.
                        “ sekali lagi, terima kasih.”
—‖—
                        “ aku heran, kenapa setiap minggu selalu ada surat cinta di halaman rumah?”.
Hati Rene bertanya-tanya. Memang setiap minggu selalu ada surat cinta didepan rumahnya. Seakan sang pelaku mengetahui pasti bahwa setiap minggu Rene selalu membuka pintu rumahnya yang lebar dan terbuat dari kayu jati itu pertama kali.
                        Rene membatin. Akankah surat ini darimu Alan?. Ya tuhan, janganlah engkau menggantung diriku seperti ini.
                        “ mentari pagi hari ini tak serasi dengan hatiku ini.”
—‖—
                        “ mbok, aku pergi ya.” Tutur Alan. Sedih.
                        “ya nak. Jaga dirimu baik-baik.”
                        “ ayah, ibu. Derek pergi ya.”
                        “ iya nak, doa kami selalu bersamamu.”
                        “ tuan, nyonya. Alan dan tuan Derek pergi dulu.”
                        “ sudah ku bilang. Jangan panggil tuan.” Bisik Derek,
            “ iya Alan. Doa kami juga menyertaimu.”
            Tuan Petra dan nyonya Shinta termasuk ningrat yang dermawan. Karena ayah Alan adalah orang kepercayaan tuan Petra. Mereka sekeluarga dianggap saudara.karena itulah Alan sekarang bisa sekolah di Belanda. Suatu hal yang jarang terjadi pada masa itu. Ningrat  yang menurut kepada londo kompeni serta keangkuhannya yang tidak pantas terhadap bangsa sendiri. Lintah darat. Penghianat.
            “ Alan, tuan Derek. Disana jangan lupa sholat ya.”
            “ baik mbok.” Bersamaan.
            Siang yang mendung itu sangat tepat menggambarkan perpisahan keluarga harmonis ini. Seakan langit ikit bersedih melihat perpisahan ini. Tentang orang tua yang melepas anaknya menuntut ilmu ke negeri orang. Bukan ilmu untuk diri sendiri. Tetapi ilmu untuk bangsa.
            Di sore hari. Sesaat sebelum berangkat. Alan dan Derek pergi ke lapangan tempat meraka bermain saat masih kecil bersama Rene. Mereka sudah janjian rupanya.  
“ kalian benar-benar akan pergi?. Nantinya aku akan kesepian.” Kata Rene.
            “ ya kami akan pergi. Ee... sebelum berangkat. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan. Rene, aku menyukaimu.”
            Rene terkejut. Derek menyukaiku?. Taman bunga harapan yang bersemi selama ini dijatuhi hujan asam. Mati. Logika Rene bekerja. Jika Derek menyukaiku, berarti yang selama ini mengirim surat adalah Derek, bukan Alan. Rene berpaling kepada Alan. Alan pun hanya tertunduk.. bagai disambar petir. Rene pun hanya bisa membatin. Mengapa bukan kau Alan?. Apakah benar cintaku ini bertepuk sebelah tangan?. Tidakkah engkau mencintaiku?.
            “ aku tak bisa menjawabnya sekarang. Maaf.”
            Seluruh keluarga Derek, Alan dan Rene pun mengantar kepergian Alan dan Derek ke pelabuhan Sunda Kelapa. Lembayung senja mengantarkan 2 anak bangsa ini menempuh lautan luas untuk mencari ilmu bagi bangsanya. Ada perasaan sedih dan bangga. Ya, bangga.
—‖—
            2 tahun berlalu. Bergantinya kepala residen batavia yang baru menggantikan ayah Rene yang meninggal 1 tahun lalu membuat Rene hanya tinggal berdua di rumah besarnya bersama sang ibu yang asli pribumi. Sementara sang kakak mengikuti sang suami tinggal di Belanda. Semenjak 2 sahabatnya menimba ilmu di Belanda, seketika itu juga surat cinta yang biasa ada setiap minggu di teras rumahnya mendadak menghilang. Seakan memberitahu Rene bahwa sang penulis adalah salah satu dari 2 sahabatnya itu. Harapan rene tetap kepada Alan. Namun secara logika mengarah kepada Derek.
            “ mbok aku pulang.” Teriak Alan.
            “ alhamdulillah, kau sudah pulang nak.”
            “ ayah, ibu.” Kata Derek. Sambil bersalaman.
            “ selamat datang nak. Kamu telah membanggakan orang tua dan keluarga nak.”
            Malam purnama itu mempertemukan anak dengan orangtuanya. Saat bahagia disertai rasa bangga. Ditambah Alan adalah lulusan terbaik tahun ini. Isak tangis dan canda tawa menghiasi rumah tuan Petra yang asri itu.
—‖—
            “ mbok, 2 minggu lagi aku dan Derek akan bergabung dengan kesatuan Tentara Rakyat di sumedang mbok.”
            “ tapi kamu baru 1 bulan nak disini. Kamu mau meninggalkan mbokmu lagi.” Sambil berlinang air mata.
            “ mbok, bukannya aku mau meninggalkanmu. Aku sudah tidak kuat lagi mbok. Hidupku sudah tidak lama lagi.”\
            Bagai ditembak anjing-anjing londo, ibu Alan tidak percaya pada perkataan anak satu-satunya itu.
            “ apa yang kamu katakan nak?.”
            “ penyakitku ini mbok. Selama ini aku sering pusing dan jatuh pingsan karena aku menderita kanker otak. Sudah tahap akhir. Hampir mustahil untuk disembuhkan. Aku baru mengetahuinya saat aku di Belanda sana. Aku tak mau mati sia-sia tanpa berjuang disisa umurku ini.”
            “ astaghfirullah, benarkah itu nak?.”
            “ iya mbok.” 
            “ baiklah nak jika itu maumu. Si mbokmu ini hanya bisa berdoa dan percaya kepada anak semata wayangnya.”
            Merekapun berpelukan. Pelukan yang hanya berlangsung 3 menit saja. Namun efeknya hanya bertahan 11 hari. Ya, 11 hari. Hari itu Alan meninggal karena tak kuat lagi bertarung dengan penyakitnya.keinginannya membela bangsa terbang bersama rohnya pergi menghadap sang Pencipta.sebelum meninggal, Alan memberikan wasiat kepada 2 sahabatnya. Sebuah buku untuk Derek, dan sebuah kotak serta sepucuk surat untuk Rene. Mengetahui pujaan hatinya meninggal, Rene hanya bisa menangis dan membatin. Mengapa?. Mengapa kau meninggalkanku?. Setidaknya izinkan aku untuk mengutarakan cintaku. Hati Rene bak di bom atom. Tidak karuan.
            “ sebelum Alan meninggal, ia mewasiatkan buku ini kepada tuan Derek dan surat ini untuk nona Rene.”
            “ ini buku siasat perang yang diajarkan di Belanda. Sudah di terjemahkan dalam bahasa indonesia. Alan kau begitu peduli.” Kata Derek. Sembari mengingat Alan.
            “ini?.” Rene bingung.
            Ketika membuka kotak yang diberikan Alan. Ternyata isinya adalah surat cinta yang tidak dikirimkan saat Alan di Belanda. Itu semua surat cinta. Surat cinta untuk Rene. Alan. Ternyata kamu. Tahulah Rene bahwa selama ini orang misterius yangmengirimkan surat cinta selama ini adalah Alan. Lalu dibukalah sepucuk surat yang terakhir dari Alan.
            Rene, maafkan aku. Aku tak bisa bilang padamu bahwa aku mencintaimu. Ketika aku tahu sejak lama sahabatku, Derek mencintaimu. Aku tak bisa merusak persaudaraan diantara kami. Lagipula, ada cinta lain yang membuatku lebih jatuh cinta kepadanya. Yaitu bangsaku.
            Saat itu aku sadar, aku tak bisa memilikimu. Apalagi setelah aku tahu aku menderita kanker otak. Aku tak mau mengecewakanmu. Aku takut membuatmu kecewa, kecewa karena aku hanya bisa memberikan sedikit kebahagiaan. Aku sadar, bahwa cinta memang tak harus memiliki.
            Namun cintaku kepada bangsaku mengalahkan cintaku kepadamu. Cintaku kepadamu dan cintaku kepada bangsakulah yang tetap membuatku bisa bertahan hidup hingga akhir hayatku. Aku sadar, Derek bisa membuatmu lebih bahagia.
            Aku tahu kau mencintaiku, namun aku lebih mencintai bangsaku. Maafkan aku yang selama ini membuatmu kecewa. Maafkan aku.

Alan
           
            Bagai diterpa badai. Akhirnya Rene mengetahui yang sebenarnya terjadi. Cinta Alan kepada bangsanya melebihi cintanya kepada dirinya. Cinta yang begitu mulia dan sebuah cita-cita besar. Cinta yang begitu tulus.
            Saat itu, darah Indonesia yang mengalir di dalam tubuhnya seakan bergejolak. Begitu semangat. Berapi-api. Seakan terbangunkan dari tidur panjang setelah mengetahui cinta yang begitu dalam. Cinta yang sederhana, menginginkan bangsanya hidup damai di tanah airnya sendiri. Rene mengambil keputusan yang mengejutkan. Rene akan bergabung dengan Derek ke Tentara Rakyat. Berbekal buku siasat perang yang ditulius Alan, Rene yang menjadi pasangan hidup Derek bergabung dengan kesatuan. Semua berjuang. Seakan tidak kenal lelah, seakan tidak kenal hari. Sampai titik darah penghabisan. Untuk bangsa Indonesia. Dan akhirnya kemerdekaan itupun tiba. Proklamasi kemerdekaan dikumandangkan. Semua haru. Bahagia. Bangga.
Sekian.




Karakter based on:



special thanks to Mr. Van der Wiel



thanks. haha stupid

Selasa, 09 Agustus 2011

Hayoooo.....


MATA RANTAI

NAIKNYA  HARGA  PRODUK  DI  BULAN  RAMADHAN….
           
Di suatu pasar, ada seorang anak bernama Asep (nama sebenarnya). Sang anak disuruh ibunya membeli cabai.
           
            “ bu, aku mau beli cabainya dong ¼ kilo.” Kata Asep, polos.
            “ nih nak.” Kata si ibu sembari memberi belanjaan si Asep
            “ berapa bu?.” Tanya Asep.
            “ lima belas ribu nak.” Jawab si ibu
            “ hah? Mahal amat bu. Ibu mau naik haji apa?.” Si Asep nyolot.
            “ yee, orang semua barang juga naek kok nak.” Sahut si ibu
           
Asep pun pulang dengan rasa kesal dihati, bagaimana tidak, Asep akhirnya ga dapet uang tambahan untuk jajan. Soalnya uang yang diberikan ibunya pas.
Keesokan harinya. Karena kesal kemari tidak dapat uang tambahan, serta mengingat perkataan ibu penjual cabai yang mengatakan bahwa semua harga barang naik, ditemani oleh Bejo (nama bapaknya) mencari mata rantai dari kenaikan harga barang di bulan ramadhan. Sasaran pertama adalah sang ibu penjual cabai.

“ bu kami ingin bertanya, kenapa ibu menaikan harga cabai?.” Kata Bejo.
Melihat wajah Bejo yang lumayan menyeramkan, sang ibu pun menjawab dengan sedikit takut
“ ee… ibu naikin harga karena,,,, karena harga daging juga naik.”

Mendengar pengakuan sang ibu, Asep dan Bejo pun bergerak menuju tukang daging yang kiosnya tidak jauh dari kios sang ibu penjual cabai.

“ ko, kenapa koko menaikan harga daging.” Tanya Asep.
“ haiiya, owe naikin halga soalnya owe mau beli baju lebalan ha.” Jawab si penjual beras

Mendengar perkataan si penjual daging, dua sohib ini langsung meluncur ke tanah abang untuk menemukan jawabannya.

“ abang, kami ingin bertanya. Kenapa abang menaikkan harga?.”
Dengan sedikit curhat, si abang menjawab.
“ ambo menaikan hargo, karena ambo mau pulang kampuang. Jadi ingat amak, uda, uni.”

Sebelum si abang penjual menangis, Asep dan Bejo pun langsung menuju ke Terminal Pulogadung. Tersangka sekarang berpindah orang. Titik terang dari peristiwa ini pun mulai terlihat. Waspadalah-waspadalah #lho?

“ bang, kenapa abang naikin harga tiket untuk mudik?.” Tanya Bejo

Mendengar pertanyaan Asep, si abang penjual tiket pun dengan entengnya menjawab.

“ Yaa, gara-gara HARGA CABE, DAGING SAMA BAJU NAIK TONG, ntar lebaran gua mau beli apa kalo gua ga naikin harga.”
“#!%$@^%*#^^#)&^%@$!%$#%&%&#^*^#@%$”